...live simply, simply live, and ask the simplest questions...*
-----------------------
*petikan dari blog dr azly rahman di bawah tajuk Of wahabbis, wassabes, and wannabes ...
Thursday, August 26, 2010
Monday, August 23, 2010
Sunday, August 22, 2010
Ingatan kecil
Semak basah sepanjang denai ke sekolah
Menggigil menyambut kami di pagi lecah.
Kami berhenti di selekoh pohon gajus
Memungut embun berjuntai ke dalam botol
(embun, kata guru kami,
baik sebagai pelembut papan batu ).
Kami rukuk pada daun rimbun
Memenuhi botol dengan pesanan guru.
Ibu membekalku dan adikku
Papan batu, kalam batu, dan sebuah buku
Yang ku panggil “buku pasu bunga”.
Ibu juga membekalkan kami
Keledek rebus dan syiling lima sen
(duit ini, berkali-kali pesan ibu,
hanya penguat semangat,
pulangkan kembali tengah hari nanti ).
Entah berapa lama ku kelek semangat ibu
Berulang-alik ke sekolah dengan botol embun.
--------------------
T. Alias Taib
1950-an
Menggigil menyambut kami di pagi lecah.
Kami berhenti di selekoh pohon gajus
Memungut embun berjuntai ke dalam botol
(embun, kata guru kami,
baik sebagai pelembut papan batu ).
Kami rukuk pada daun rimbun
Memenuhi botol dengan pesanan guru.
Ibu membekalku dan adikku
Papan batu, kalam batu, dan sebuah buku
Yang ku panggil “buku pasu bunga”.
Ibu juga membekalkan kami
Keledek rebus dan syiling lima sen
(duit ini, berkali-kali pesan ibu,
hanya penguat semangat,
pulangkan kembali tengah hari nanti ).
Entah berapa lama ku kelek semangat ibu
Berulang-alik ke sekolah dengan botol embun.
--------------------
T. Alias Taib
1950-an
Tuesday, August 17, 2010
Ibuku
Ibuku mempunyai seribu mimpi
Yang dipikulnya tiap hari
Sambil menimangku ia pun menyanyi:
Timang tinggi-tinggi,
Dapur tak berasap,
Bila besar nanti,
Jangan masuk lokap.
Ibuku tidak mengenal buku dan sekolah
Tiap pagi terbongkok-bongkok di lumpur sawah
Menggaru betisnya yang dikerumuni lintah.
Hatinya selalu teringat
Suaminya yang mati melarat
Setelah dikerumuni lintah darat.
Ibuku tangannya kasar berbelulang
Mengangkat bata-bata bangunan
Wajahnya dibedaki debu berterbangan.
Ibu tidak pernah mengenal supermarket
Tinggal di bilik sempit
Upahnya buruhnya sangat sedikit.
Ibuku tidak punya TV
Tidak berpeluang pula menontonnya
Tak pernah mengikuti laporan parlimen
Atau ceramah bagaimana menambah jumlah penduduk
Tidak pula tahu adanya forum kemiskinan
Atau pertunjukan masak-masakan
Dengan resepi yang sangat menakjubkan.
Ibuku setiap pagi berulang ke kilang
Bekerja dengan tekun hingga ke malam
Mikroskop itu menusuk matanya dengan kejam
kaburlah mata ibu diselaputi logam.
Ibuku tidak tahu tentang hak asasi
Apalagi tentang seni dan puisi.
Jika ditanya makna melabur
Nama-nama saham yang menjanjikan makmur
Atau tentang dasar pandang ke timur,
Ibu tersenyum menunjukkan mangkuk bubur
Yang melimpah kanji beras hancur.
O ibuku sayang
Di negerimu kau menumpang.
Sesekali kudengar ibu menyanyi
Pantun tradisi caranya sendiri:
Siakap senohong,
Gelama ikan duri,
Bercakap bohong,
Tak boleh jadi menteri.
--------------
Usman Awang
27 Julai, 2007.
Yang dipikulnya tiap hari
Sambil menimangku ia pun menyanyi:
Timang tinggi-tinggi,
Dapur tak berasap,
Bila besar nanti,
Jangan masuk lokap.
Ibuku tidak mengenal buku dan sekolah
Tiap pagi terbongkok-bongkok di lumpur sawah
Menggaru betisnya yang dikerumuni lintah.
Hatinya selalu teringat
Suaminya yang mati melarat
Setelah dikerumuni lintah darat.
Ibuku tangannya kasar berbelulang
Mengangkat bata-bata bangunan
Wajahnya dibedaki debu berterbangan.
Ibu tidak pernah mengenal supermarket
Tinggal di bilik sempit
Upahnya buruhnya sangat sedikit.
Ibuku tidak punya TV
Tidak berpeluang pula menontonnya
Tak pernah mengikuti laporan parlimen
Atau ceramah bagaimana menambah jumlah penduduk
Tidak pula tahu adanya forum kemiskinan
Atau pertunjukan masak-masakan
Dengan resepi yang sangat menakjubkan.
Ibuku setiap pagi berulang ke kilang
Bekerja dengan tekun hingga ke malam
Mikroskop itu menusuk matanya dengan kejam
kaburlah mata ibu diselaputi logam.
Ibuku tidak tahu tentang hak asasi
Apalagi tentang seni dan puisi.
Jika ditanya makna melabur
Nama-nama saham yang menjanjikan makmur
Atau tentang dasar pandang ke timur,
Ibu tersenyum menunjukkan mangkuk bubur
Yang melimpah kanji beras hancur.
O ibuku sayang
Di negerimu kau menumpang.
Sesekali kudengar ibu menyanyi
Pantun tradisi caranya sendiri:
Siakap senohong,
Gelama ikan duri,
Bercakap bohong,
Tak boleh jadi menteri.
--------------
Usman Awang
27 Julai, 2007.
Wednesday, August 11, 2010
puasa
Subscribe to:
Posts (Atom)