Wednesday, June 17, 2009

AKU

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.

---------

HAMPA
kepada sri yang selalu sangsi

Sepi di luar, sepi menekan-mendesak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
Tak satu kuasa berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti
Sepi
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencengkung pundak
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Menanti


---------------------------
Chairil Anwar, Maret 1943

5 comments:

Anonymous said...

Pemetik Gambus Kota Samarkand

Arakiannya tidak sedetik pun terlintas betapa keletihan Tuan SPA ekoran menyerang unjuran perpaduan tanpa ehsan itu hanya memajalkan lancutan pedang penanya.

Barangkali gesaan si Penghuni No. 22 Islamic Street supaya Tuan SPA bercanda berhibur hati adalah adil dan perlu diberi kewajaran.

Di dunia sebelah Barat, kemelut ini dibikin filem, the Wild Hogs, lalu "berwildhogging" itu menjadi terapi orang terhimpit.

Lebih daripada itu, aku kira Tuan SPA ini jauh jauhari tambah tinggi upaya budi kesenimanannya terutama mengolah lagi merangkai butir-butir laras bahasa ibunda tercinta menghasil syair dan gurindam jiwa pengubat rindu lara ..,

.. berbanding beriya-iya benar mengiya segala seorang tua uzur warak lagi mulia yang hanya beberapa hari lalu memerihal betapa ada orang menjadi boneka langsung terlupa dia sendiri hanya beberapa purnama lalu tersanggup memberi izin sang katak melompat menjulang dastar sakti di medan tempur.

Dan terserlah darjat halus budiman yang begitu mendakap pesona si Shamsudin dari Tabriz.

Aku juga berkira Tuan SPA sudah memejam mata memekak telinga daripada selain dendangan si Rumi yang bernasyid seloka tentang Divan e-Syam.

Ayuh kita raikan cinta.

Dan barangkali kita tinggalkan sementara medan tempur di mana soldadu politik masih hanya tahu penggal-memenggal kepala lawan dan kawan.

ahmad nizam hamid said...

ya,sesekali apa salahnya jika kita mengkesampingkan politik seketika sementara kita cuba menyuluh dan menyorot-mungkin sahaja dengan deria ke-6-jagat alam ini;sambil kita sama-sama raikan hidup dan kehidupan ini.
bukankah hidup untuk diraikan?
(sambil aku menulis komentar ini,sms dari teman masuk,marah-marah kerana blogku sudah lama tidak terawat!dan mungkin makihamun jika beliau tahu aku pula mencurah ide menulis komentar di blog SPA)
dan tentunya tiada yang lebih indah dari mereka yang urung memikir dari kata-kata yang penuh retorika dan klise buat santapan halwa telinga.begitulah...
Chairil Anwar yang bohemian selalu menggugat nuraniku.ya,dialah sang pelopor dunia dan demensi baru puisi-sastera indonesia;maka dia,seperti yang disebut Pak Pram,antara para beliau...
tentunya wajar di singgung,ada kalangan mengatakan sajak AKU itu judul SEMANGAT sedangkan sajak AKU seperti berikut:
melangkah aku bukan tuan mengelegak
Cumbu-buatan satu biduan
Kujauhi ahli agama serta lembing-katanya

Aku hidup
Dalam hidup dimata tampak bergerak
Dengan cacar melebar,barah bernanah
Dan kadang satu senyum kukucup-minum dalam dahaga
(8 juni 1943)

Nah,sdr SPA,ini yang kudapat,sajak AKU sebenarnya.mungkin ada pendita yang boleh membantu kiranya
pun begitu,memang aku ingin jadi 'binatang jalang'...
Argh,kenap dinukilkan Chairil Anwar maka aku jadi kemabukkan,terasa terpampang didepan mata bait-bait nukilannya PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO.
maka buat seketika aku terhanyut jua dibalik tembang burung malam puisimu.
ya,ayuh raikan chinta!

Anonymous said...

Pemetik Gambus Kota Samarkand

Rubaiyyat Quatrain 28;

Oh, come with old Khayyam, and leave the Wise

To talk; one thing is certain, that Life flies;

One thing is certain, and the Rest is Lies;

The Flower that once has blown forever dies.

syed putra ahmad said...

tuan pemetik gambus al-samarkhandi, kenapa tidak terjemahkan sahaja Rubaiyyat Quatrain 28 itu untuk kita nikmati bersama?

setau shaja tuan pemetik adalah juga penyair cinta di kota tua tuan itu.

syed putra ahmad said...

tuan nizam, saya pun tak pasti tentang versi-versi itu. saya bukan pelajar satera indonesia, sekadar pembaca yang tidak setia sahaja. dan AKU yang tertera di blog ini menarik perhatian saya.

wallahu a'lam.